Budidaya Tanaman Herbal di Pupid House

Usep Firman Hapid merintis bududaya tanaman herbal di kebun Pupid House. Upaya ini untuk melestarikan tanaman lokal yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh.

Campoleh, Buah Superfood yang Semakin Langka

Dianggap buah biasa, padahal memiliki nilai manfaat yang cukup tinggi, bahkan diklaim sebagai salah satu alternatif superfood (makanan super).

Aroma Terapi Pandan Wangi

Aroma khas pandan wangi cocok untuk terapi relaksasi. Apa saja manfaat lain dari tumbuhan herbal ini?

Kemangi, Si Wangi Kaya Manfaat

Kebun Pupid House memiliki koleksi kemangi dengan beragam manfaat, mulai dari pewangi, bumbu masak, minuman dan ramuan herbal.

Turkey Berry (Takokak) Mampu Turunan Asam Urat

Takokak biasanya dikonsumsi sebagai lalapan oleh masyarakt Sunda. Setelah buahnya direbus hingga lunak, tentu lebih nikmat jika dicocol sambal pedas.

Sabtu, 20 November 2021

Ki Apung

 


Oleh: Firman Hafizd


Nampak langit yang mulai meredup, ditinggal sang mentari yang makin lama tenggelam di arah barat. Langit yang putih gelap beserta corak awan hitam yang menggumpal, menandakan malam akan segera menguasai hari. Di simpang jalan yang ramai lalu lalang berbagai macam kendaraan bermotor, nampak terlihat padat. Saat itu aku sedang menikmati teh hangat bersama temanku bernama Jalil. Jalil yang sekarang menjadi penjual ikan cupang, dengan segala kelengkapannya untuk memenuhi kebutuhan penghias wadah berbentuk kotak sekira lima belas sentimeter tingginya.

Nampak di sebuah kotak setinggi lima belas sentimeter itu, mengayun sebuah akar yang lembut dalam air. Di bagian atasnya mekar daun yang berwarna hijau, tumbuh segar terpampang di meja pajangan. Jalil yang dulunya hanya sebagai kuli pembuat batako di sebuah pabrik pencetak batako, yang sekarang terpaksa gulung tikar karena dampak dari sebuah wabah yang menjadi pandemi. Namun tumbuhan itulah yang menjadi jalan Jalil menjadi penjual ikan cupang.

Bukan hanya Jalil saja, hal itu terjadi juga kepada temanku yang lain, yang juga sebagai buruh pabrik, terkena dampak mewabahnya sebuah virus yang tidak sedikit meregang nyawa manusia di seluruh jagat raya. Namun, tidak ada kesulitan yang datang menimpa suatu kaum melainkan datang beserta kemudahan.

Jalil yang telah membereskan dagangannya itu, segera membersihkan seluruh tubuhnya untuk kemudian bergegas menunaikan solat magrib. Hingga setelah kami berdua menunaikan kewajiban tersebut, maka cerita perjalanan Jalil yang sekarang menjadi seorang penjual ikan cupang di tengah pandemi itu, diceritakannya di sebuah teras yang menjadi tempat Jalil menjajakan dagangan ikan cupangnya.

***

Semua berawal dari menurunnya permintaan produksi di pabrik batako tempat saya bekerja dulu. Hal itu dikarenakan semua pembangunan dihentikan, baik pembangunan skala besar maupun kecil. Kian hari tidak ada pemasukan di pabrik tersebut. Perlahan satu persatu karyawan pabrik mengundurkan diri hendak mencari peruntungan di tempat lain. Namun saya sendiri tetap bertahan karena tidak tahu harus bekerja ke mana. Karena saya hanya seorang yang tidak memilki keahlian apapun selain mengangkat tumpukan batako dan merapihkannya. Hanya tenaga saja yang saya andalkan untuk bekerja.

Setelah satu semester berlalu sepi permintaan di pabrik tersebut, akhirnya tutup juga pabrik tempat saya bekerja. Pabriknya disita oleh Bank karena pinjaman modal yang tidak terbayar cicilannya. Semua karyawan upahnya tidak terbayar sampai sekarang. Upah sebulan, saya tidak mendapatkannya. Teman kerja saya yang bernama Huri, pun tidak mendapatkan upah. Begitu juga tiga karyawan yang tersisa saat itu, upahnya tidak terbayar sampai sekarang. Namun pada akhirnya kami mengikhlaskan upah yang tidak terbayar itu. Mengingat sudah tidak ada lagi harapan untuk mendapat pemasukan di pabrik tersebut karena segala yang ada di dalamnya sudah habis. Tanah dan bangunanya sekarang milik sebuah Bank.

Sebulan setelah kejadian itu, saya mulai cemas dengan wabah yang kian hari terus menghantui. Uang hasil menabung kian menipis karena kebutuhan setiap hari yang tidak bisa dihentikan. Sementara saya yang pada saat itu menjadi seorang penganguran di tengah pandemi, belum juga mendapatkan pekerjaan pegganti waktu saya masih menjadi buruh di pabrik batako.

Namun saya percaya bahwa segala kesulitan yang saat itu hadir, turun juga beserta kemudahannya. Tinggal saya sendiri yang harus berusaha menemukan kemudahan tersebut. Hingga pada suatu waktu ketika saya berjalan entah ke mana tujuan, melintaslah saya ke daerah pesawahan. Di situ terdapat ladang dan sawah yang sedang digarap oleh para petani yang lumayan jauh dari tempat tinggal saya. Hingga terpikir diri saya untuk menawarkan tenaga, membantu menggarap sawah yang sedang digarap itu. Barangkali, peruntungan ada di sawah ini memihak kepada saya yang seorang pengangguran.

Di sawah tersebut akan ditanami padi, karena saat itu sawah sedang dibajak oleh kerbau dan petani. Sebagiannya lagi ada juga yang sedang dibajak menggunakan mesin traktor. Saya yang sudah tidak lagi memegang uang untuk menyambung hidup, menawarkan diri kepada petani yang sedang mengolah sawah tersebut.

Tanaman Ki Apung (Bahasa Sunda)
Sumber: Google


“Permisi, Pak!” kata saya menyapa petani itu.

“Oh, iya. Ada apa?” jawab pak tani kepada saya.

Petani itu bernama Pak Adom, seorang petani yang sedang menggarap sawah milik orang lain yang tinggal di Kota Jakarta dengan sistem bagi  hasil.

“Barangkali saya bisa ikut menggarap sawah di sini, saya butuh pekerjaan. Tidak kenapa upah kecil, asal saya ada pekerjaan dan bisa dapat uang dari hasil bekerja.” Kata saya memelas kepada Pak Adom.

“Silahkan, kebetulan sawah ini banyak hamanya. Seperti ini hamanya.” Pak Adom menunjukan hama yang dimaksud. Sebuah tanaman yang daunnya tersusun, akar di bawahnya sangat panjang dan kecil-kecil layaknya tanaman yang tumbuh di air.

“Baik, Pak. Saya bisa mulai sekarang kerjanya. Saya akan singkirkan tanaman itu sampai habis.” Jawab saya dengan riangnya.

Pagi itu saya memulai pekerjaan yang diperintahkan oleh Pak Adom. Semua tanaman yang dianggap pengganggu tersebut saya singkirkan dan saya kumpulkan untuk kemudian saya akan buang jauh-jauh. Saya sangat bersyukur sekali karena sekarang setidaknya saya bukanlah seorang pengangguran lagi, melainkan saya menjadi pembantu Pak Adom yang berfrofesi sebagai penggarap sawah orang dengan sistem bagi hasil. Tapi ternyata, membersihkan tumbuhan tersebut tidak cukup hanya sehari saja. Saya menyingkirkan tumbuhan itu memakan waktu 3 hari, karena memang luas sekali sawah tersebut. Sekitar 2.500  meter luas sawahnya, dibagi menjadi 8 petak sawah.

Setelah 3 hari saya membersihkan tumbuhan yang dianggap Pak Adom sebagai hama tersebut, saya lalu kemudian membuangnya ke sebuah tempat, tempat itu memang khusus untuk pembuangan sampah yang nantinya akan diangkut oleh mobil pengangkut sampah milik desa. Mobil itu 2 kali mengangkut sampah dalam satu pekan. Saya mengangkut tumbuhan itu sekitar 2 kali, bolak balik menggunakan karung yang sudah disediakan oleh Pak Adom. Namun pada saat saya mengangkut tumbuhan karung yang terakhir, tiba-tiba ada seorang lelaki yang menghampiri. Usianya tidak jauh dengan saya.

“Kang, numpang tanya, boleh?” Kata lelaki itu kepada saya.

“Oh, iya. Silahkan.” Jawab saya menyambut dirinya.

“Kalo di sini, pesawahan yang sekiranya banyak ditanami padi di mana, yah?”

“Oh, lumayan dekat, saya kebetulan sedang menggarap sawah di sekitar sana. Ada apa memangnya?” Tanya saya kepada lelaki itu.

“Saya lagi nyari tumbuhan seperti ini,” lelaki itu menunjukan gambar yang ada di ponselnya. “Namannya apu-apu atau ki apung, namun banyak orang menyebutnya dengan nama yang berbeda.” Lanjut lelaki itu yang terus menunjukan ponselnya.

Saya langsung terheran melihat foto yang ditunjukan oleh lelaki tersebut. Saya berfikir untuk apa tumbuhan penggangu yang saya singkirkan dari sawah garapan Pak Adom itu dicari oleh lelaki tersebut.

“Lah… ini bukan?” Saya langsung menurunkan karung yang berisi tumbuhan penggangu itu. Saya membukanya untuk menunjukan kepada lelaki itu, karena tumbuhan yang dicarinya ada pada saya berkarung-karung.

“Nah iya, ini, Kang.” Kata lelaki itu dengan muka yang terkejut.

“Ini dapat dari mana, di sawah garapannya Akang?” tanya lelaki itu penasaran.

“Iya.” Jawab saya singkat.

“Akang mau buang?” tanya lelaki itu kembali.

“Iya. Saya buang ke sini supaya tidak tumbuh lagi di sawah. Karena menurut Pak Adom, tumbuhan ini adalah hama.”

“Waduh jangan, Kang. Saya bayarin saja.” Kata lelaki itu dengan serius.

“Masih banyak, Kang?” lelaki itu kembali bertanya.

“Saya buang semua ke sini. Sekitar 4 karung ini.” Saya menunjukan karung tersebut. Karung itu berukuran kecil, sekitar karung ukuran 25 kg beras.

“Saya bayarin yah, Kang.” Lelaki itu akan membayar hama yang sudah terlanjur berada di tumpukan sampah.

“Untuk apa memangnya?” Saya lalu bertanya kepada lelaki itu. Karena minimnya pengetahuan saya, saya sendiri tidak punya pikiran bahwa tumbuhan yang dianggap hama itu akan dibayar oleh orang lain. Padahal Pak Adom membayar saya untuk menyingkirkan tumbuhan tersebut.

“Saya akan jual kembali, Kang. Tumbuhan ini selain mampu menjernihkan air, tumbuhan ini juga menjadi penghias kolam ikan di rumah-rumah yang ada kolam ikannya. Apalagi sekarang, Kang. Sekarang ini banyak peternak ikan cupang dan pecinta ikan cupang. Semenjak adanya pandemi, ikan hias dan tanaman hias banyak peminatnya. Nah, tumbuhan ini itu dipakai untuk peternak ikan cupang supaya telur-telurnya nempal di akar yang mengantung dari tanaman ini.”

Saya tidak habis pikir kalo ternyata tumbuhan ini ada manfaatnya. Ternyata semua yang tercipta di bumi ini, pasti ada manfaatnya. Tergantung tempat dan orang yang mengetahuinya. Contohnya lelaki yang memilki nama Irfan itu, lelaki yang ternyata membeli semua tanaman yang saya buang atas perintah Pak Adom. Pak Adom sebagai petani menganggap tumbuhan itu adalah hama, lain dengan Irfan yang ternyata pelaku bisnis di bidang perikanan.

Irfan menganggap tumbuhan itu adalah sumber penghasilan baginya. Para pecinta ikan hias seperti cupang dan juga peternak ikan cupang, sengaja mencari dan mengembangbiakan tumbuhan yang dianggap hama oleh petani seperti Pak Adom. Dan saat itu, saya sendiri mendapatkan keuntungan tambahan. Selain dapat upah dari Pak Adom yang menganggap tumbuhan itu hama, saya juga mendapatkan uang dari Irfan yang menganggap tumbuhan itu memiliki harga di pasaran.

Semenjak kejadian itu, saya disarankan oleh Irfan untuk mengembangbiakan tumbuhan tersebut. Selain dicari oleh para peternak ikan cupang dan penggemar ikan cupang, tumbuhan tersebut juga dicari oleh orang-orang yang di rumahnya terdapat kolam ikan. Selain itu, tumbuhan itu juga dijadikan sebagai bahan obat batuk dan obat demam oleh sebagian ahli herbal.

Dari semenjak itulah saya memulai bisnis ikan cupang. Dimulai dengan mengembangbiakan tumbuhan yang bernama apu-apu, sampai bisa menjualnya. Irfan yang membeli semua hasil pengembang biakan tumbuhan ki apung tersebut. Ia kembali menjualnya lewat online dan juga menjadikan tumbuhan itu sebagai penghias akuarium kecil yang di dalamnya terdapat ikan cupang sebagai tempat berlindung. Selain indah dilihat, akuarium tersebut juga airnya menjadi jernih karena fungsi dari tumbuhan tersebut salah satunya sebagai penjernih air.

Setelah dua bulan saya menjadi pembudidaya tumbuhan kapu-kapu tersebut, saya menggunakan tabungan dari hasil membudidayakan ki apung itu untuk memulai usaha menjadi penjual ikan cupang di depan rumah saya. Awalnya ikan cupang saya dapatkan dari Irfan yang memang sudah lebih awal menjadi penjual ikan cupang sampai akhirnya kami berdua menjadi rekan sesama penjual ikan cupang. Sungguh, di balik kesulitan pasti ada jalan kemudahan.