Sejak dahulu, Indonesia memang terkenal akan kekayaan
rempahnya. Jika tidak, maka tak akan ada tumpah darah antara bangsa Nusantara
dengan pendatang. Rempah merupakan salah satu sebab ekspansi besar-besaran
bangsa kolonial mancanegara. Namun, tahukah Anda? Ada satu rempah yang begitu
terkenal, hingga menjadi rebutan Inggris dan Belanda?
Rempah itu adalah pala, sebuah rempah yang punya sejarah.
Bagi masyarakat Nusantara, biji pala memiliki kisahnya tersendiri. Sebuah kisah
berdarah yang menyeret dua bangsa kolonial besar dalam perebutan pulau kecil di
ujung barat Indonesia.
Alasan konflik itu sederhana, yakni perebutan rempah-rempah,
termasuk pala. Konflik bereskalasi kala pala menjadi rempah yang
diidam--idamkan oleh bangsa Eropa pada abad ke-17. Khasiatnya sebagai obat
membuat manusia rela mengorbankan nyawa mereka demi rempah itu. Tak hanya
dimanfaatkan sebagai bahan makanan, pala juga banyak khasiat.
Kandungan minyak atsiri menjadi salah satu kebaikan yang
manjur menyembuhkan berbagai penyakit. Pala dipercaya mampu menyembuhkan
masalah pencernaan, sakit kepala, sakit perut, bahkan menyembuhkan wabah
sampar. Kandungan lainnya, yakni saponin, miristisin, elemis, enzim lipase,
pektin, dan masih banyak lainnya mampu meredakan rasa sakit.
Sebelum memasuki abad ke-17, pala sendiri sudah terkenal di
kancah internasional. Prancis, misalnya. Mereka menjadikan pala sebagai bahan
pada makanan mereka, seperti untuk membuat bechamel. Begitu pula Inggris yang
menjadikan rempah itu sebagai bahan pembuatan tar kustar, puding, bahkan
menjadi pelengkap kopi dan coklat panas.
Mengetahui harga pasar dunia yang tinggi untuk pala, Inggris
melakukan eksplorasi. Hingga akhirnya mereka menemukan sebuah pulau kecil di
Hindia Belanda dengan hasil pala yang melimpah--Pulau Run, Banda.
Pala dan Pulau Run di Banda
Kepulauan Banda merupakan salah satu penghasil rempah
unggulan Nusantara. Pada tahun 1600-an, pihak VOC membuat perjanjian dengan
warga Banda, bahwa mereka harus menjual hasil rempahnya, termasuk pala, hanya
mereka. Tahun itu adalah tahun di mana pala masih menjadi rempah primadona
khalayak dunia.
Kepopuleran pala membuat VOC menjadi begitu posesif. Belanda
melarang ekspor pala keluar Banda. Bahkan jika ada, VOC menyiram biji pala yang
hendak keluar dari Banda dengan jeruk nipis agar tidak subur. Namun, hal ini
tidak membuat negara lain menyerah dalam mengeruk hasil pala Pulau Banda itu.
Giles Milton, seorang jurnalis asal Inggris, membukukan
legenda rempah Indonesia itu dalam sebuah buku berjudul Pulau Run, Magnet Rempah-rempah Nusantara yang Ditukar dengan Manhattan.
Pada pulau terkecil di Kepulauan Banda itu menjadi saksi bisu perseteruan
Inggris dan Belanda demi meraih pala dan rempah lainnya.
Pada tahun 1616, Inggris mendirikan koloni di pulau kecil
sekitaran Banda, yakni Pulau Run dan Pulau Ay. Tentu, hal ini menjadi ancaman
bagi VOC yang hendak memonopoli hasil rempah di Banda. Konflik semakin panas
ketika Pulau Run panen besar rempah. Belanda kian ngebet merebut pulau pala itu hingga pertikaian pun tak terelakkan.
“Pada masa itu, Run adalah pulau yang paling dibicarakan di
dunia, sebuah tempat dengan kekayaan yang
begitu menakjubkan sehingga sebagai perbandingan, harta sepuhan Eldorado
terlihat murahan. Namun, anugerah yang dimiliki Run bukan turunan dari emas—
alam telah menganugerahkan sebuah hadiah yang jauh lebih berharga di atas
tebing-tebingnya,” ungkap Milton dalam bukunya.
Setelah hampir setengah abad konflik tak kunjung padam,
berakhirlah mereka pada sebuah penawaran: Inggris hendak menyerahkan Pulau Run
kepada Belanda. Namun, pulau rempah itu bukannya gratis. Kesepakatan itu bukan
kesepakatan sepihak di mana salah satu pihak saja yang untung. Kesepakatan itu
bulat, ketikan Belanda memutuskan memberikan Manhattan sebagai imbalan atas
pemberian Inggris atas Pulau Run.
Traktat Breda di Kota Breda, Belanda, pada 31 Juli 1667
menjadi akhir kisah perebutan Pulau Run. Perjanjian itu berisi penyerahan Pulau
Nieuw Netherland di Amerika Utara kepada dari Belanda kepada Inggris sebagai
ganti Pulau Run yang akan diserahkan pada Belanda.
Pala Si Penyembuh Wabah Sampar
Yang menjadi salah satu nilai tinggi pala adalah
kandungannya yang mampu menyebuhkan wabah sampar. Wabah dengan nama lain pes
itu pernah menjadi wabah yang sangat mematikan di Eropa pada tahun 1300 an. Ternyata,
buah pala menjadi salah satu penangkal wabah ini.
Tentu, pernyataan ini tidak datang dari langit. Pada buku
berjudul Napoleon’s Buttons karya
Penny Le Couteur dan Jay Burreson itu pala disebut mampu menangkal wabah.
Khususnya, rempah itu dipercaya menjadi penangkal wabah pes dalam fenomena black death abad 14. Untuk menangkal
wabah itu, pala dimasukkan ke dalam kantong kecil yang kemudian dikalungkan.
Terdengar klenik, bukan? Namun, ada penjelasan perihal
perilaku mengenakan kalung pala ini. Pada buku tersebut pula dijelaskan bahwa
aroma pala memiliki komponen bernama isoeugenol yang menjadi insektisida alami.
Itu sebabnya pala begitu diburu.
Sumber:
Milton, Giles. 2015. Pulau Run Magnet Rempah-Rempah
Nusantara yang Ditukar dengan Manhattan. Tangerang: Alvabeit.
Khairunnisa, Syifa Nuri. 2020. Pala, Rempah yang Dipercaya
Bisa Menangkal Pandemi Black Death pada Abad Ke-14. detik.com